Tuesday 19 January 2021

CONTOH MASALAH EKONOMI YANG MEMUNCULKAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DI INDONESIA

(DIAMBIL DARI KORAN)


SUARA MERDEKA

Halaman 5 “EKONOMI-BISNIS“

Rabu, 23 Maret 2011

Kebijakan Pasar


Produk Jepang Diawasi


        SEMARANG- Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Jateng-DIY memperketat pengawasan produk Jepang dari kemungkinan bahaya radiasi nuklir, meski ketentuan pengawasan ini masih dalam kajian Pemerintah Pusat. Pihak Bea Cukai sendiri akan berkoordinasi dengan institusi yang kompeten dalam penanganan dan penyediaan alat deteksi radiasi.

            Kepala Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Jateng-DIY Ismartono mengungkapkan, kewaspadaan ini perlu dilakukan meskipun hingga saat ini pengiriman barang impor dari Jepang masih terkendala rusaknya infrastruktur sejumlah pelabuhan pasca gempa dan tsunami.

          “Kemungkinan radiasi nuklir pasti ada dari barang yang diimpor, termasuk barang modal yang cukup mendominasi. Yang jelas persiapan sudah kami lakukan. Hanya saja produknya tidak akan tiba dalam waktu dekat karena kerusakan infrastruktur belum pulih seluruhnya,“jelas Ismartono, kemarin.

        Dia menjelaskan, koordinasi dengan institusi juga akan dilakukan khususnya dalam penyediaan alat pendeteksi radiasi. Saat ini baru alat pendeteksi menggunakan x-ray dan gamma ray, khususnya untuk memeriksa barang ekspor.

        Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng dan Bank Indonesia menyebutkan, transaksi impor nonmigas tahun lalu meningkat tajam dan didominasi dari China menyusul jepang. Peningkatan impor terbesar dari dua negara tersebut masing – masing naik 473,11 juta dolar AS dan 469,07 juta dolar AS/ (J14-77)


Keterangan :

  • Merupakan Kebijakan Pasar
  • Masalahnya adalah waspada akan impor produk Jepang yang sudah terkontaminasi radiasi nuklir.
  • Kebijakan dari Pemerintah yaitu memperketat pengawasan dengan menggunakan alat pendeteksi radiasi yang disebut x-ray dan gamma ray.


SUARA MERDEKA

Halaman 5 “EKONOMI-BISNIS“

Rabu, 23 Maret 2011

Kebijakan Pasar


Izin Impor Beras Berlaku Tiga Bulan


    SEMARANG- Izin impor beras berkualitas hanya berlaku tiga bulan. Proses pengurusannya hanya mendapatkan rekomendasi dari Departemen Pertanian dan Perdagangan. Pembongkaran muatan dari kapal, harus diketahui Kantor Bea dan Cukai.

        Proses tersebut, berlaku juga pada pengadaan beras Taj Mahal dari India yang diproduksi pabrik di Malaysia, kata importir S. Evi Julianti, SE. AD. CA, di Semarang, belum lama ini.

Menurut Direktur CV Quasindo (Quality Sehat Indonesia) yang bertahun – tahun menjadi importir dan distributor beras Taj Mahal di Indonesia, S. Evi julianti, proses izin tersebut, telah disosialisasikan Dirjen Perdagangan Luar Negeri DR Ir Deddy Saleh, awal Maret 2011, di Hotel Gumaya, Semarang.

     Dalam acara peningkatan daya saing industri dan pengamanan perdagangan dalam negeri melalui tertib administrasi importir,  juga diungkapkan, importir beras berkualitas berkewajiban mensubsidi 10% pasar beras dalam negeri.

Sedangkan penentuan jumlah tonase pengadaan beras, khusus Taj Mahal, berdasar kebutuhan penderita diabetes dan obesitas.

        Dengan ketentuan, datanya dari rumah sakit, diketahui tenaga medis setempat.

      “Ini yang menjadi kesulitan kami. Mengingat konsumen beras kesehatan tidak hanya pasien di rumah sakit. Masyarakat umum juga membutuhkan. Terutama, pengidap diabetes mellitus dan mereka yang menjalankan diet,“ tambahnya. Evi menjelaskan, pasar beras Taj Mahal tidak akan berpengaruh pada pangsa pasar beras lokal. Mengingat harganya Rp 40 ribu/kg, sedangkan beras dalam negeri berkisar Rp 8 ribu/kg. (E4-77)


Keterangan :

  • Merupakan kebijakan pasar.
  • Masalahnya adalah perlunya beras berkualitas untuk masyarakat yang berada di rumah sakit dan para penderita diabetes, obesitas, serta masyarakat yang menjalankan diet.
  • Kebijakan dari Pemerintah yaitu mengizinkan impor beras yang berkualitas selama tiga bulan.



KOMPAS

Halaman 18 “EKONOMI“

Sabtu, 1 Oktober 2011

Kebijakan Pasar (Perdagangan)


Ekspor Rotan Tetap Dilakukan


    JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah memutuskan tetap mengekspor rotan dengan memperpanjang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009. Langkah tersebut diambil sampai badan penyangga rotan terbentuk. Ketentuan ekspor juga lebih diperketat dengan persyaratan faktur pajak penjualan dan pemeriksaan di pelabuhan asal dan tujuan.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh, di Jakarta, Jumat (30/9), mengatakan, selama badan penyangga rotan belum terbentuk, pemerintah belum bisa menghentikan ekspor rotan.

    “Kalau dihentikan tanpa solusi, dapat menimbulkan polemik. Makanya, Permendag yang berakhir 11 Oktober nanti akan kami perpanjang,“ katanya.

Dia mengatakan, untuk menghindari kecurigaan terjadinya kecurangan ekspor, pemerintah mensyaratkan agar faktur pajak penjualan sebagai bukti telah memasok industri rotan di dalam negeri.

    “Selama ini, timbul kecurigaan kalau yang dipasok sebenarnya perusahaan fiktif. Dengan syarat faktur pajak penjualan seharusnya bisa lebih efektif,“ ujarnya. Menurut Deddy, pemerintah juga menerjunkan penyurvei untuk pemeriksaan di pelabuhan asal dan pelabuhan tujuan. Lewat cara tersebut kecurangan diharapkan berkurang. “Untuk badan penyangga konsepnya terus digodok. Jangan sampai lembaga tersebut menjadi kekuatan monopoli, karenanya harus melalui proses lelang,“ ujarnya. 

Butuh Rp 128 miliar

Badan penyangga bertugas untuk menyerap rotan hasil produksi dalam negeri yang selama ini diekspor. Badan penyangga itu diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp 128 miliar dengan asumsi harga rotan Rp 4.000 per kilogram.

Perhitungan berasal dari jumlah alokasi ekspor rotan yang selama ini terealisasi. Sekitar 85 persen atau setara dengan 140.000 ton produksi rotan dunia berasal dari Indonesia. Dari total produksi rotan dalam negeri itu, sekitar 32.000 ton diekspor ke sejumlah negara.

Secara terpisah, Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Ambar Tjayono mengatakan, jika ekspor dilarang tanpa ada solusi penyerapan, maka muncul persoalan pelik. “Faktanya, industri dalam negeri penyerapannya masih sedikit. Lalu rotan – rotan itu mau diapakan,“ ujar dia.

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, kata Ambar, seharusnya kompak mengampanyekan rotan. Saat ini, industri rotan menghadapi serangan rotan plastik yang lebih murah dan lebih praktis. (ENY)


Keterangan :

  • Merupakan kebijakan pasar.
  • Masalahnya adalah badan penyangga rotan belum terbentuk. Saat ini industri rotan menghadapi serangan rotan plastik yang lebih murah dan lebih praktis.
  • Kebijakan dari Pemerintah yaitu memutuskan tetap mengekspor rotan dengan memperpanjang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009.

GEGURITAN : MATERI BAHASA JAWA

Geguritan = gurita = grita = gita. Geguritan iki kawiwitan saka carita Bharatayuda, Pendawa lawan Kurawa. Nalika senopatine Pendawa yaiku Bh...