Saturday 9 January 2021

RHINITIS ALERGI


PENDAHULUAN

Rhinitis alergi adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh IgE - WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma).

EPIDEMIOLOGI

Rhinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kasus rhinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rhinitis alergi pada anak-anak 40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga pada usia tua rhinitis alergi jarang ditemukan.

ETIOLOGI

  • INHALAN (udara pernapasan) – debu rumah, tungau, human dander, jamur, bulu hewan
  • INGESTAN (makanan) – susu, telur,kacang tanah, udang, dll.
  • INJEKTAN (suntikan atau tusukan) – penisilin, sengatan lebah
  • KONTAKTAN (kontak kulit atau mukosa) – bahan kosmetik, perhiasan

FAKTOR PREDISPOSISI

  • Genetik         
  • Infeksi - sinusitis – asma
  • Umur
  • Kondisi sosial ekonomi dan kebugaran
  • Pekerjaan
  • Polusi udara atau asap rokok
  • Konsentrasi alergen
  • Musim – iklim, suhu, lembab, tekanan udara
  • Stress psikis

PATOFISIOLOGI

Tahap Sensitisasi:

  • Kontak I tubuh akan membentuk IgE spesifik
  • IgE spesifik menempel pada permukaan sel mastosit dan basofil yang mengandung granul
  • Sensitization & IgE production

Tahap Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC)

  • Paparan ulang alergen spesifik
    • Degranulasi mastosit
    • Histamin (efek utama)
    • Serotonin
    • ECF-A, NCF-A
    • Prostaglandin D2 (PGD2)
    • Leukotrient C4 (LTC4)
    • PAF, dll
    • Histamin sebagai efektor utama
  • Rangsang saraf: gatal dan bersin
  • Hipersekresi kelenjar : rinore
  • Vasodilatasi dan permeabilitas kapiler  meningkat 
  • Terjadi dalam beberapa menit dan puncaknya sampai 30 menit – 1 jam

Tahap Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)

  • 30-40% penderita RA
  • 2-4 jam setelah paparan, puncak 6-8 jam dan berakhir 24 jam atau 48 jam kemudian
  • Gejala obstruksi nasi, bersin dan rinore
  • Dalam mukosa hidung:
  • Sel inflamasi
  • IL-3, IL-4 dan IL-5
  • ICAM-1

PENEGAKAN DIAGNOSIS

  • Clinical history
  • Pemeriksaan Fisik
  • Pemeriksaan Penunjang

ANAMNESIS

  • Keluhan: Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea), bersin, hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi).
  • Bersin merupakan gejala khas, biasanya terjadi berulang, terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rhinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain berupa mata gatal dan banyak air mata.

FAKTOR RISIKO

  • Adanya riwayat atopi.
  • Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor risiko untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul gejala alergis.Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi.

PEMERIKSAAN FISIK

  • Allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya karena gatal.
  • Wajah
    • Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung.
    • Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.
    • Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid).
  • Pada pemeriksaan faring: dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
  • Pada pemeriksaan rinoskopi:
    • Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), disertai adanya sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis.
    • Pada rhinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, dapat terlihat adanya deviasi atau perforasi septum.
    • Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip dan tumor, atau dapat juga ditemukan pembesaran konka inferior yang dapat berupa edema atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi konka tidak akan menyusut, sedangkan edema konka akan menyusut.
  • Pemeriksaan kulit bisa ditemukan dermatitis atopi

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

IN VIVO:

  • Tes Kulit: Scratch test, Prick test, Intra dermal test, dan SET (Set Endpoint Titration)
  • Nasal Provocation Test

IN VITRO

  • Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung
  • Kadar Ig E: Total Dan Spesifik

RADIOLOGI

  • Foto polos: Waters, Cald Well, dan Lateral
  • CT Scan Sinus paranasalis posisi coronal

PENEGAKAN DIAGNOSIS

  • Diagnosis Klinis: Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
  • Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rhinitis alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya menjadi:
    • Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
    • Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.
  • Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi:
    • Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
    • Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

TATA LAKSANA

  • Menghindari alergen spesifik
  • Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis
  • Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung. Obat yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rhinitis medikamentosa.
  • Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal: beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon.
  • Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang bermanfaat untuk mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.

Terapi oral sistemik:

  • Antihistamin
    • Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin.
    • Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine
  • Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral: pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin.
  • Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat kelainan anatomi, selain itu dapat juga dengan imunoterapi

KONSELING DAN EDUKASI

Memberitahu individu dan keluarga untuk:

  • Menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai (alergen).
  • Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin.
  • Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani. Hal ini dapatmenurunkan gejala alergi.

KRITERIA RUJUKAN

  • Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.
  • Bila perlu dilakukan tindakan operatif.

REFERENSI

  1. Adam, GL. Boies LR. Higler,. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997.
  2. Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma Initiative).
  3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGrawHill. 2003.
  4. Irawati, N. Kasakeyan, E. Rusmono, N.Rhinitis Alergi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007

GEGURITAN : MATERI BAHASA JAWA

Geguritan = gurita = grita = gita. Geguritan iki kawiwitan saka carita Bharatayuda, Pendawa lawan Kurawa. Nalika senopatine Pendawa yaiku Bh...