Wednesday, 13 March 2019

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Hai teman – teman! Aku akan berbagi cerita tentang keseharianku dan perjalanan hidupku. Temani aku ya . . .
Perkenalkan namaku Merah. Aku dilahirkan di sebuah rumah sakit bersalin bernama Sumsum Merah Tulang Pipih. Aku merupakan sebuah sel darah merah. Orang tuaku adalah hati dan limpa karena ketika masa embrio aku dibentuk di sana, tanpa mereka aku tidak akan ada di sini, dan orang tuaku juga yang akan merombakku ketika aku mati nanti.

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Aku juga mempunyai dasanama seperti wayang – wayang jawa, nama lainku adalah eritrosit. Proses kelahiranku disebut juga dengan eritropoiesis. Produksiku distimulan oleh hormon eritroprotein (EPO) yang disintesa oleh ginjal. Aku terbentuk dari hemositoblas. Hemositoblas adalah sel batang myeloid yang terdapat di dalam sumsum tulang. Aku mempuyai saudara kembar yang sangat banyak karena aku dilahirkan dengan laju produksi sekitar 2 juta sel darah merah perdetiknya. Nama eritrositku berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythros dan kytos. Erythros berarti merah dan kytos berarti selubung atau sel. Aku mempunyai beberapa prinsip hidup, diantaranya adalah giat bekerja, disiplin, dan selalu berkoordinasi dengan teman – temanku yang lainnya. Aku tidak boleh bermusuhan dengan teman – temanku karena jika aku bermusuhan maka tidak akan ada koordinasi yang baik dan hasilnya akan fatal. Jika aku salah bertindak maka aku dapat menghilangkan nyawa seseorang. Dari teman – temanku tadi, aku mempunyai dua teman yang sangat dekat denganku. Mereka adalah sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Mereka teman yang selalu bersamaku. Kami mempunyai geng dengan nama “darah”, geng darah ini terdiri dari aku sel darah merah, dan dua temanku sel darah putih dan keping darah.

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Sewaktu aku dilahirkan, aku mempunyai sebuah nukleus. Ketika aku berumur 7 hari maka aku telah menginjak dewasa dan mengalami sebuah fase yang disebut dengan reduksi, di mana nukleus itu menghilang karena kandungan Hb (hemoglobin) di dalam tubuhku telah bertambah banyak sehingga inti itu pecah dan menghilang. Sayang sekali nucleus dalam tubuhku hilang, aku jadi tidak mempunyai DNA, tidak dapat mensintesa RNA, dan tidak dapat mengobati lukaku sendiri, dan aku akan mati dimakan oleh sel – sel fagosit di hati dan limpa. Akan tetapi, kalau itu sudah menjadi takdirku dari Tuhan, aku menerimanya dengan senang hati dan lapang dada. Waktu nuleusku hilang, waktu itu juga aku harus bekerja seperti sel – sel darah merah yang lainnya.

Teman, ingin tahu ciri – ciri fisikku? Mungkin saja suatu saat kau akan mencariku menggunakan mikroskop atau alat lain. Hehehe. Aku berbentuk bulat dengan diameter 7,5 mikrometer dan ketebalan 2 mikrometer. Kecil sekali bukan? Lebih kecil dari teman geng ku si leukosit. Populasiku dalam organisme kira – kira terdapat 5 juta sel darah merah. Aku lahir dalam bentuk tubuh yang pipih dan cekung di bagian tengah (bikonkaf). Konkaf yang aku punya ini digunakan untuk memberikan ruang kepada hemoglobin untuk mengikat oksigen. Teman apa kamu tau, warna merahku ini disebabkan oleh hemoglobin. Aku mengandung 250 juta hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu protein dan zat besi yang akan membantu melaksanakan tugas utamaku yaitu mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh penjuru kota. Hemoglobin berasal dari kara heme yang berarti pigmen non protein dan globin yang berarti protein. Protein pigmen (metaloprotein) itulah yang memberi warna merah pada tubuhku. Setiap hari heme ini berikatan dengan rantai polipeptida yang mengandung zat besi. Ketika Hb mengikat oksigen aku menjulukinya sebagai oksihemoglobin dan ketika Hb mengikat karbondioksida aku menjulukinya sebagai karbonminohemoglobin. Oksigen yang aku ikat tersambung secara temporer dengan atom besi. Setelah itu baru aku edarkan oksigen yang aku ikat ke penjuru kota. Oksigen tadi, 98% ke penjuru kota dan sisanya terlarut dalam plasma. Ada juga yang perannya hampir sama dengan hemoglobin, dia adalah myoglobin. Myoglobin adalah seyawa pembawa oksigen yang terletak di jaringan otot.

Sayangnya, hemoglobin bisa selingkuh teman. Apabila terdapat gas karbon monoksida, hemoglobin lebih memilih untuk berikatan dengan gas tersebut daripada berikatan dengan oksigen. Bisa membuat fatal untuk rumah kami yaitu organisme. Aku menyarankan kepada teman – teman semua untuk menghindar dari gas berbahaya tersebut ya.

Aku menempuh perjalanan yang cukup panjang, tapi aku tidak sendirian, banyak teman – teman yang ikut menempuh perjalanan bersamaku sehingga perjalanan ini sangat menyenangkan. Aku dan teman – temanku tidak boleh tersesat dan harus selalu tepat waktu sesuai yang telah dijadwalkan. Perjalananku berawal dari nukleus yang hilang. Pertama, aku menuju ke kota jantung. Teman – temanku menceritakan bahwa kota jantung adalah pusat kota yang tersusun sangat rumit tapi juga begitu indah dengan detakan yang berirama khas. Di kota jantung inilah pusat dari segala proses kehidupan.

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Aku sangat senang sekali ketika aku berhasil memasuki kota jantung. Ternyata benar kata teman – temanku, kota jantung ini sangatlah indah. Kota jantung ini mempunyai empat kecamatan yang mempunyai kekhasan sendiri – sendiri. Empat kecamatan tersebut adalah atrium kanan (serambi kanan), ventrikel kanan (bilik kanan), atrium kiri (serambi kiri), dan ventrikel kiri (bilik kiri). Aku masuk melalui sebuah terowongan bernama pembuluh vena cava. Aku dan teman – temanku yang lainnya mulai memasuki ruangan pertama pada kota jantung, yaitu kecamatan atrium kanan. Di kecamatan ini, aku bertemu dengan saraf yang bernama nodus sinoatrium (SA). Nodus sinoatrium (SA) adalah saraf yang bertugas untuk mengirimkan pesan singkat kepada saraf – saraf lainnya di kota jantung untuk sekadar memberitahu kedatangan kami sehingga dinding – dinding jantung dapat melakukan kontraksi. Pengiriman pesan tersebut terjadi sangat cepat dan tidak akan berhenti selama jantung masih sehat. Dengan adanya nodus sinoatrium, kecamatan atrium kanan yang tadinya sempit kini menjadi cukup besar untuk kami masuki.

Aku sangat – sangat speechless, tidak dapat berkata apa – apa karena aku sangat mengagumi kota ini. Kota jantung yang indah ini, diselubungi oleh selaput ganda yang disebut perikardium dan tersusun atas otot jantung. Otot jantung mampu berkontraksi sehingga jantung dapat mengembang dan mengempis. Itulah sebabnya mengapa jantung dapat melakukan pekerjaan berat. Di batas kecamatan, aku bertemu dengan nodus atrioventrikel (AV). Sama dengan nodus sinoatrium (SA), nodus atrioventrikel (AV) bertugas mengirimkan pesan ke sel saraf lainnya. Perbedaannya adalah pesan yang dikirimkannya. Pesan yang dikirimkan nodus atrioventrikel (AV) bermaksud untuk mengecilkan ruangan atrium kanan sehingga mempermudahkan aku dan teman – temanku dapat melanjutkan perjalanan ke kecamatan kedua. Saat kecamatan atrium kanan mengecil, aku bersama yang lainnya menuju ke kecamatan ventrikel kiri. Kami melewati sebuah gapura dengan tiga buah tiang. Kata temanku yang lebih tua, gapura itu bernama katup tricuspid dengan nama bekennya valvula trikuspid. Katup itu mempunyai fungsi untuk menjaga perbatasan antara kecamatan pertama dan kecamatan kedua supaya siapa saja yang telah masuk kecamatan ventrikel kanan tidak dapat kembali lagi ke kecamatan atrium kanan.

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Kecamatan ventrikel kanan ini mempunyai dinding lebih tebal daripada dengan dinding pada kecamatan atrium kanan. Beberapa detik aku berpikir, aku merasakan hembusan keluar kota jantung. Hembusan itu aku rasakan begitu kencang. Getaran kota jantung dan suara – suara yang ditimbulkannya membuatku takut. Akan tetapi, sel darah merah yang ada disebelahku mencoba menenangkan aku, “Rupanya kamu sel baru ya, tenanglah ini sungguh mengasyikan dan tidak lama kemudian kita akan berada di persimpangan jalan dari batas kota ini.”

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Benar apa yang dikatakannya, tak lama kemudian aku dan yang lainnya keluar dari kota jantung untuk menuju ke kota terunik yaitu paru – paru. Di sana aku harus menukarkan karbon dioksida dengan oksigen. Kini aku telah berada di pipa baru sebuah palang menunjukkanku telah memasuki pembuluh arteri. Sebelum masuk tempat ini, aku telah melalui gapura yang menunjukkan jalan ke paru – paru. Banyak yang menyebutnya katup paru – paru. Setelah sampai persimpangan jalan, aku sangat bingung untuk memilih jalan. Maklum saja aku adalah sel baru yang belum mempunyai banyak pengalaman. Aku harus memilih salah satu jalan diantara dua jalan menuju kota paru – paru. Jalan pertama menuju ke arah paru – paru kanan, sedangkan jalan kedua menuju ke arah paru – paru kiri. Aku memilih arteri pulmonalis kanan, artinya cabang arteri menuju ke paru – paru kanan. Paru – paru memang kota yang unik. Bisa dibilang kota ini adalah kota gelembung. Gelembung – gelembung tersebut terkenal dengan sebutan alveolus. Di sana adalah tempat aku dan para sel darah merah lainnya menukarkan karbon dioksida yang telah diperoleh dari seluruh tubuh. Aku mempunyai hemoglobin yang dapat mengikat gas oksigen. Dengan cepat aku menukarkan gas karbon dioksida dengan oksigen dan kemudian kembali lagi ke kota jantung.

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Kami kembali ke kota jantung melalui vena pulmonalis kanan. Dengan senang hati aku mengikat oksigen dan membawanya ke kecamatan atrium kiri. Kecamatan atrium kiri adalah ruang ketiga pada kota jantung. Lalu aku melanjutkan perjalananku. Dalam perjalananku, aku melewati sebuah gapura di perbatasan kecamatan. Sama dengan gapura di perbatasan kecamatan atrium kanan dan kecamatan ventrikel kanan, hanya saja tiang di gapura di sini hanya ada dua buah dan biasa disebut katup bicuspid dengan nama beken valvula bikuspid. Ventrikel kiri mempunyai dinding yang paling tebal dari seluruh kecamatan yang ada. Hembusannya pun lebih kencang daripada hembusan di ventrikel kanan karena dari ventrikel kiri ini aku melanjutkan perjalanan lebih panjang ke provinsi atas dan provinsi bawah. Bila aku ke provinsi atas maka aku akan mengirimkan oksigen untuk metabolisme sel di bagian atas. Di provinsi atas terdapat kota kepala dan kota leher yang membutuhkan oksigen dariku.

Dan bila aku menuju ke provinsi selatan maka aku akan mengirimkan oksigen untuk metabolisme sel di bagian bawah. Di sana terdapat kota ginjal, kota lambung, kota usus halus, dan lain – lain.
Semua kota itu mempunyai karakteristik masing – masing dan begitu mengagumkan karena walaupun berbeda – beda mereka tetap dapat berkoordinasi dengan baik. Di sana aku dapat membantu mengangkut sampah seperti karbon dioksida dan sisa metabolisme yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Karbon dioksida tersebut aku tukarkan dengan oksigen di paru – paru. Penyuplaian oksigen aku lakukan dengan cara yang mudah. Oksigen yang aku bawa cukup berdifusi dengan kota yang membutuhkan suplai oksigen. Kemudian karbon dioksida dan sisa metabolisme yang mereka punya juga akan berdifusi denganku. Setelah perjalanan panjang aku akan kembali lagi ke pusat kota yaitu jantung. Jika aku dari arah provinsi utara maka aku akan melalui vena cava superior. Dan jika aku dari arah provinsi selatan maka aku akan melalui vena cava inferior. Kadang kala aku menemukan jalan yang cukup sempit sehingga aku tidak dapat melewatinya. Untuk memudahkannya aku akan melepaskan ATP yang menjadikan jalan tersebut berelaksasi dan melebar. Aku juga akan melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat sahabatku hemoglobin terdeoksigenasi. S-nitrosothiol ini juga berfungsi untuk melebarkan jalan pembuluh darah dan melancarkan perjalananku menuju setiap penjuru kota. Aku juga sedikit berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Mengapa hanya sedikit? Karena aku bukanlah ahlinya. Ahlinya atau masternya adalah teman gengku si leukosit. Dia sangat ahli dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika kaumku mengalami lisis oleh parasit patogen, maka hemoglobin dalam diriku akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran parasit patogen. Dan seketika dia akan mati. Perjalanan dan pekerjaanku itu begitu menyenangkan. Teman, begitulah keseharianku.

Makin hari aku makin percaya diri. Aku tidak canggung lagi dengan getaran dan hembusan pada kota jantung. Aku juga lebih percaya diri saat meluncur ke pembuluh aorta. Pembuluh aorta merupakan pembuluh terbesar di antara pembuluh – pembuluh lainnya. Ketika aku mengedarkan oksigen ke penjuru kota, aku serasa menjadi bocah petualang. Menyayi, berlari, dan bercanda bersama teman – temanku.

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Aku sangat menyukai pekerjaan ini. Kehidupanku bersama geng darah yang lainnya, yaitu trombosit dan leukosit sangat kompak, tidak ada permusuhan diantara kami. Kalau ada permusuhan diantara kami maka akan membahayakan rumah kami yaitu organisme. Temanku leukosit bisa melenyapkan aku dan rumahku si organisme akan mengalami leukemia. Untung saja teman – temanku dapat berkoordinasi dengan baik.

Pengalaman ini sangat tidak dapat dilupakan, setelah aku harus pergi karena kematian telah ada di depan mata. Aku akan merindukan tempat ini. Aku menghabiskan waktuku untuk bekerja keras. Kini aku sudah tua dan makin tua, keahlianku mengikat dan mengedarkan oksigen sudah makin berkurang. Warna merah dalam tubuhku telah memudar.

Napak Tilas Perjalanan Sebuah Sel Darah Merah dalam Masa Hidupnya Selama 120 Hari

Kematian pun datang menghampiri. Semua sel darah merah yang berusia 120 hari dikumpulkan dalam suatu tempat. Tempat itu bernama hati. Tiba – tiba, aku kaget ketika melihat bayangkan seperti hantu.

Akan tetapi, dia sangat ramah dan berkata padaku, “Perkenalkan namaku Pluripoten. Tenang saja ini akan menjadi akhir perjalanan yang menyenangkan dari sebuah pengorbanan agung sebagai eritrosit yang telah menghabiskan waktu selama 120 hari untuk mengabdi dan berbuat mulia di organisme ini. Kau telah mengerjakan tugasmu dengan baik, kau akan mati dengan tenang. Orang Islam mengatakan mati syahid. Biarkan sel – sel baru yang meneruskan pekerjaan agungmu itu. Biarkanlah hati dan limpa merombak zat besi yang ada di dalam tubuhmu untuk dijadikan sel darah merah yang baru dan dialah yang akan melanjutkan tugas muliamu. Aku tak sendiri aku bersama hormon Eritropoietin yang akan merombakmu”. Dalam hatiku aku tersenyum karena aku tidak lenyap selamanya karena masih ada zat besi yang akan digunakan kembali untuk membentuk generasi penerusku, yang akan melanjutkan tugas muliaku. Sedangkan hemoglobinku berubah menjadi warna hijau. Dia diubah menjadi billirubin dan berganti tugas yang tadinya mengikat oksigen kini menjadi mengemulsikan lemak. Dia akan keluar melalui saluran empedu yang berpusat di kota usus. Belum sempat aku menjawab perkataannya, Pluripoten melanjutkan certitanya, “Aku di sini bertugas menjadi dokter dan hormone Eritropoietin adalah perawatnya. Sebelum kamu akan dirombak di tempat ini, aku akan menceritakan sedikit tentang pembentukan sel darah merah. Pertama aku meracik bahan – bahan yang tersedia dan menambahkan zat besi yang didapat dari para eritrosit yang sudah mati. Hasil racikan pertama disebut Proeritroblas. Dengan menggunakan rangsangan yang sesuai, maka akan terbentuk lagi sel – sel baru yang dinamakan Basofil Eritroblas. Sel – sel ini masih mempunyai sedikit sekali hemoglobin. Kemudian terbentuklah sel – sel baru dengan hemoglobin lebih banyak dan dinamakan Polikromatofil Eritroblas. Selanjutnya terbentuk sel baru dengan lebih banyak lagi hemoglobin dan dinamakan Ortokromatik Eritroblas, di mana warnanya merah. Setelah itu, sel akan berkembang menjadi retikulosit. Perkembangan itu dapat diketahui dengan melihat sitoplasmanya. Jika sitoplasma sudah dipenuhi oleh hemoglobin sehingga mencapai konsentrasi kira – kira 34%, maka nukleus akan memadat sampai ukurannya menjadi lebih kecil dan terdorong dari sel. Pada tahap akhir, retikulosit akan berkembang menjadi eritrosit. Dalam satu sampai dua hari sel dilepaskan di rumah sumsum tulang merah pipih”. Setelah lama bercerita, tibalah waktu yang ditunggu – tunggu, ajal menjemputku. Selamat tinggal kawan karena akhirnya aku telah tiada.

GEGURITAN : MATERI BAHASA JAWA

Geguritan = gurita = grita = gita. Geguritan iki kawiwitan saka carita Bharatayuda, Pendawa lawan Kurawa. Nalika senopatine Pendawa yaiku Bh...