DEFINISI
Akne Vulgaris adalah inflamasi kronis pada folikel sebasea pada usia remaja, predileksi pada daerah dengan kelenjar sebasea padat seperti wajah, dada, punggung atas, ditandai dengan adanya sebore, dan ujud kelainan kulit yang bersifat pleomorfik berupa komedo, papul, nodul, kista, dan parut.
PATOGENESIS
Patogenesis akne vulgaris melibatkan interaksi 4 faktor utama yaitu:
- Hiperplasia dan hipertrofi kelenjar sebasea
- Keratinisasi abnormal atau hiperkornifikasi pada duktus sebaseus yang menimbulkan sumbatan
- Kolonisasi bakteri Propionebacterium Acne pada folikel sebasea
- Inflamasi dan respons imun
Hiperplasia kelenjar sebasea dan keratinisasi abnormal merupakan faktor terpenting pada patogenesis akne,karena kedua faktor ini yang akan berakibat pada pembentukan mikrokomedo yang merupakan awal dari akne. Hiperplasia dan hipertrofi kelenjar sebasea dipicu oleh peningkatan androgen pada usia sekitar 7-8 tahun (adrenarche) yang membuat kelenjar sebasea membesar ukurannya dan jumlah lobulusnya meningkat menjadi multilobuler, sehingga ekskresi sebum meningkat. Disisi lain androgen juga menyebabkan terjadinya hiperproliferasi epitel pada duktus folikel sebasea serta keratinisasi abnormal yaitu sel keratinosit yang saling melekat yang berakibat sumbatan pada muara duktus sebaseus. Pada kondisi sebelum pubertas maka epitel yang melapisi lumen folikel sebasea hanya terdiri dari satu lapis keratinosit, dan mudah terlepas sehingga tidak menimbulkan sumbatan. Adanya hiperkornifikasi yang abnormal, dan dilatasi infundibulum ini menimbulkan keadaan yang disebut mikro komedo yang dapat dideteksi secara mikroskopik, tetapi belum tampak secara klinis. Kemudian bila akumulasi lipid,bakteri dan fragment seluler dan sumbatan meningkat maka secara klinis dapat dideteksi adanya komedo yang merupakan lesi non inflamasi atau mengalami inflamasi menjadi papul, pustul, nodul dan kista, yang bila sembuh dapat meninggal kan bekas parut atau skar.
Androgen yang ada pada sirkulasi apabila mencapai organ target pada akne yaitu sel keratinosit folikular dan sel sebosit akan mengalami reaksi metabolisme menjadi androgen yang aktif yaitu dehydrotestotesteron (DHT) yang menyebabkan sel sebosit berdeferensiasi dan memproduksi sebum. Reaksi aktifasi androgen seluler ini dimediasi oleh 5 α reduktase (tipe 1) dan 3β dan 17β- hidroksisteroid dehidrogenase yang sudah ada pada sebosit yang belum berdeferensiasi. Proses hiperkornifikasi folikular selain karena pengaruh DHT, juga disebabkan oleh perubahan komposisi lipid sebum yaitu penurunan asam linoleat pada sebum, serta peningkatan sitokin yaitu Interleukin 1 α oleh sel keratinosit.
Propionebacterium acne merupakan bakteri anaerob gram positif yang non patogen. Akan tetapi bakteri ini dapat mengeluarkan mediator pro-inflamasi. Respons pejamu (host) terhadap inflamasi ini yang menentukan derajat peradangan. Inflamasi merupakan pendorong utama penderita akne untuk mencari pengobatan, yang ditandai dengan makula eritem, papul, pustul dapat berlanjut menjadi nodul dan kista yang berakhir menjadi parut atau sikatriks. Proses inflamasi dimulai dengan invasi CD4 limfosit ke dinding folikel yang menimbulkan ruptur dari duktus, yang kemudian akan menarik netrofil ke lokasi tersebut. Ruptur duktus sebaseous tersebut akan yang berlanjut ekstravasasi lipid, korneosit dan bakteri ke dalam dermis.
ANAMNESIS
Penderita kebanyakan pada usia remaja mengeluh jerawat yang menganggu penampilan, mengurangi rasa percaya diri, serta wajah yang mudah berminyak. Penyakit ini terjadi pada sekitar 80% remaja.
PEMERIKSAAN FISIK
Predileksi:
Pada daerah dengan populasi kelenjar sebasea yang padat, yaitu pada wajah, dada atas, punggung atas, bahu, lengan atas. Pada usia belasan tahun biasanya akne muncul dimulai pada daerah dahi, kemudian makin bertambah usia meluas kepipi, mandibula, dagu, dada, punggung . Walaupun jarang dapat pula muncul pada lengan bawah, pantat, paha.
Ujud Kelainan Kulit:
Bersifat pleomorfik yaitu berbagai UKK pada berbagai tahapan, selalu dijumpai komedo baik terbuka maupun tertutup,yang bila mengalamin inflamasi akan menjadi papul eritem, pustul,nodul atau kista, yang bila sembuh akan meninggalkan parut baik yang atrofik, eutrofik maupun hipertrofik, bahkan keloid. Pada penderita dengan tipe kulit gelap meninggalkan bekas makula eritem atau hiperpigmentasi. Sering disertai kondisi kulit yang berminyak atau sebore.
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak diperlukan
DIAGNOSIS: Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan apabila dijumpai :
- Kejadian pada usia remaja
- Lokasi pada daerah dengan jumlah folikel sebasea yang padat seperti pada wajah, dada, punggung, bahu, lengan atas
- Ujud kelainan kulit bersifat pleomorfik yaitu dimulai dengan adanya komedo baik tertutup maupun terbuka, papul eritem, pustul, nodul, kista, dan parut, serta hiperpigmentasi, dan eritem.
KLASIFIKASI: Dapat dibedakan berdasarkan UKK yang dominan, serta derajat keparahan.
DIAGNOSIS BANDING:
- Akne Venenata Kosmetik
- Rosasea tipe papulopustular
- Erupsi akneiformis
- Dermatitis perioral
PENATALAKSANAAN
Akne vulgaris merupakan radang kronis yang dapat menimbulkan kecacatan, sehingga harus dilakukan penanganan yang efektif, untuk menghindari terjadinya cacat yang berupa parut, serta diperlukan penatalaksanaan jangka panjang karena penyakit ini memang bersifat kronis. Keberhasilan terapi sangat tergantung kerjasama dan ketaatan terhadap pengobatan. Penatalaksanaan dibedakan menjadi terapi medikamentosa, perawatan kulit, dan terapi tambahan. Terapi akne didasarkan pada patogenesis akne, dan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi ini antara lain derajat akne. Global Alliance Acne Treatment tahun 2009 membuat rekomendasi algoritma terapi akne berdasarkan keparahannya.
Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa berupa terapi topikal dan terapi sistemik. Terapi topikal dibagi menjadi 3 golongan yaitu golongan keratolitik atau komedolitik, golongan antibiotika atau bakteriostatik, dan golongan antiinflamasi. Golongan keratolitik antara lain seperti asam retinoat, asam salisilat, sulfur. Asam retinoat mempunyai kelebihan karena bekerja pada berbagai aspek pada patogenesis akne yaitu bersifat komedolitik, antikomedogenik dan antiinflamasi, dan dianjurkan dipergunakan sebagai obat pilihan, hanya obat ini mempunyai efek iritasi. Derivat asam retinoat topikal antara lain tretinoin 0,01 sampai 0,1% dalam bentuk krim dan jel, isotretinoin, adapalene. Golongan antibiotika topikal yang banyak dipakai pada akne adalah Klindamisin 1%, Eritromisin 1%, Nadifloksasin, Sodium sulfasetamide 5%. Obat topikal lainnya adalah Benzoil peroksida bersifat bakteriostatik, yang dianjurkan digunakan dalam kombinasi dengan antibiotika topikal untuk mencegah resitensi.
Terapi sistemik dibedakan menjadi terapi antibiotika, terapi hormonal, terapi isotretinoin. Terapi antibiotika sistemik yang dapat diberikan untuk akne adalah golongan tetrasiklin dan derivatnya seperti doksisiklin, minosiklin, golongan eritromisin, dan golongan klindamisin, serta golongan sulfa. Terapi hormonal hanya diberikan pada wanita yaitu siproteron asetat suatu antiandrogen yang diberikan dalam bentuk pil kontrasepsi. Sedangkan Golongan isotretinoin oral walaupun sangat efektif, akan tetapi mempunyai banyak efek samping antara lain bersifat teratogenik, pada pemberiannya harus selalu diawasi fungsi hati dan gambaran lemak darah.
Perawatan kulit pada penderita akne dimulai dengan mencuci wajah 2-3 kali sehari dengan sabun yang mengandung detergen sintetik. Penggunaan kosmetik perawatan maupun kosmetik riasan lain seperti pelembab, alas bedak, bedak padat, pemerah pipi, memerlukan pertimbangan yang matang karena penderita harus menghindari kosmetik yang mengandung bahan komedogenik atau aknegenik, walaupun penggunaan kosmetik dengan label non komedogenik atau non aknegenik bukan jaminan bahwa kosmetik tersebut tidak akan memperparah akne.
Terapi tambahan antara lain berupa penggunaan IPL yang berfungsi memecah porhyrin produk dari P.Acne, Peeling kimawi superficial, Laser NdYag. Akan tetapi sebagian terapi ini belum mempunyai level of evidence yang cukup.
Global Alliance Acne Treatment Algorithm
KEPUSTAKAAN:
Diane Thiboutot & Harald Gollnick New insights into the management of acne: An update from the Global Alliance to Improve Outcomes in Acne Group. J Am Acad Dermatol 2009;60:S1-50.
Harald Gollnick & William Cunliffe. Management of AcneA Report From a Global Alliance to Improve
Outcomes in Acne J Am Acad Dermatol 2003;49:S1-38.
John S. Strauss, Chair,a Daniel P. Krowchuk, James J. Leyden, Anne W. Lucky, Alan R. Shalita, Elaine C. Siegfried, Diane M. Thiboutot, Abby S. Van Voorhees, Karl A. Beutner, Carol K. Sieck, & Reva Bhushan, Guidelines of care for acne vulgaris management J Am Acad Dermatol 2007;56:651-63.
Whitney P. Bowe, Smita S. Joshi, Alan R. Shalita Diet and acne Review article J Am Acad of Dermatol 2010 Vol. 63:124-141