Judul buku : Ayat – Ayat Cinta
ISBN : 979-3604-02-6
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penyunting : Anif Sirsaeba A.
Desain Cover : Abdul Basith El Qudsy
Desain isi : Abdul Basith El Qudsy
Penerbit :
- Republika
- Pesantren Basmala Indonesia
Tempat terbit :
- Penerbit Republika: Jalan Pejaten Raya Nomor 40 Jati Padang Jakarta Selatan.
- Pesantren Basmala Indonesia: Jalan Raya Ngaliyan-Boja Km 2, Kompleks Perumahan Bank Niaga Blok B-9 Ngaliyan, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Telefax: +62 24 7615434. Email: basmala_indo@yahoo.com
Tebal buku : 419 halaman
Warna Sampul : Kuning
Tahun terbit : April 2008
Cetakan buku : Cetakan XXXVI
Ukuran buku : 20, 5 x 13, 5 cm
Ayat – Ayat Cinta merupakan sebuah novel pembangun jiwa yang ditulis oleh novelis terkenal Habiburrahman El Shirazy. Sejak kecil Habiburrahman El Shirazy atau biasa disebut Kang Abik sudah mendapat pendidikan agama yang lebih, beliau belajar di Pondok Pesantren Al Alwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah. Selain itu, beliau juga bersekolah di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen dan MAPK Surakarta. Novelis Habiburrahman El Shirazy melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadis, Universitas Al-Azhar, Cairo dan selesai pada tahun 1999.
Pada masa remaja, Kang Abik mulai senang menulis. Karyanya pernah menghiasi beberapa koran dan majalah, baik lokal maupun nasional, seperti Solo Pos, Republika, Annida, Saksi, Sabili, Muslimah, dll. Semasa di SLTA, beliau pernah menulis naskah teatrikal puisi berjudul “Dzikir Dajjal” sekaligus menyutradarai pementasannya. Selain itu, prestasi pun banyak diraihnya, seperti lomba menulis, pidato, KIR, dan baca puisi.
Berikut beberapa karya Habiburrahman El Shirazy baik yang sudah diterbitkan maupun yang belum, Ketika Cinta Berbuah Surga, Pudarnya Pesona Cleoparta, Di Atas Sajadah Cinta, Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, Dalam Mihrab Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan Ayat – Ayat Cinta.
Novel Ayat – Ayat Cinta, bermula dari seorang pemuda Indonesia yang bersekolah di Al-Azhar University, Cairo, Mesir. Ia bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq. Fahri tinggal di sebuah flat bersama 4 orang temannya yang juga mahasiswa Al-Azhar dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi, dan Mishbah. Fahri merupakan salah satu murid dari Syaikh Utsman Abdul Fattah. Bersama Syaikh Utsman, Fahri mempelajari qiraah Sab’ah dan ushul tafsir. Jadwalnya mengaji pada Syaikh seminggu dua kali, yaitu hari Minggu dan Kamis. Beliau selalu datang tepat waktu, tak kenal cuaca dan musim. Begitu pun Fahri, ia tetap datang selama masih mampu menempuh perjalanan sampai ke Shubra, meskipun panas membara dan jarak yang ditempuh sekitar 50 km lebih jauhnya.
Fahri sudah tujuh tahun tinggal di Mesir. Ia tinggal bersama empat temannya di sebuah flat yang sederhana. Mereka tinggal di flat lantai bawah, sedangkan lantai yang tepat di atas flat Fahri, ditempati oleh sebuah keluarga Kristen Koptik. Mereka adalah Tuan Boutros Rafael Girgis, Madame Nahed, dan dua orang anak, Maria dan Yousef. Mereka merupakan keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Walaupun berbeda keyakinan, mereka sangat sopan dan menghormati Fahri dan teman – temannya yang sedang belajar di Al Azhar. Fahri juga sangat akrab dengan Maria tapi ia menyebutnya gadis aneh. Walaupun Maria adalah seorang nasrani, ia dapat melantunkan dua surat Al Quran di luar kepala. Ia dapat melantunkan surat Maryam dan Al Maidah dengan baik dan benar. Menurut pengakuaannya sendiri, ia paling suka mendengar suara azan, tapi pergi ke gereja tidak pernah ia tinggalkan.
Pada saat Fahri di dalam metro dengan tujuan hendak ke Shubra untuk belajar dengan Syaikh Utsman, ada tiga bule yang masuk ke Metro. Mereka tampak pucat, mungkin karena kepanasan. Orang – orang Mesir yang melihat kurang simpati dan tidak senang karena pakaian mereka yang sangat tidak sopan. Mereka tidak mendapatkan tempat duduk. Oleh karena itu, seorang perempuan bercadar mempersilakan mereka untuk duduk. Akan tetapi, orang – orang Mesir tidak menyukai tindakan perempuan tersebut. Terjadilah pertengkaran sengit. Fahri membela perempuan itu dari hasutan orang – orang mesir. Setelah Fahri menjelaskan kepada mereka, lalu mereka minta maaf. Ketegangan pun menurun. Perempuan bercadar itu bernama Aisha. Aisha juga mengucapkan terima kasih pada Fahri. Aisha adalah gadis keturunan Jerman yang sedang study di Mesir.
Saat fahri merayakan kelulusannya dengan makan ayam bakar bersama – sama di atas flat, tiba – tiba mereka melihat seorang gadis diseret oleh seorang lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun. Mereka mengenal gadis bernama Noura itu. Ia jadi bulan – bulanan kekerasan ayahnya dan dua kakaknya. Entah mengapa ibunya tidak membelanya. Noura memang bukan keluarga kandung mereka. Fahri meminta Maria untuk membawa Noura masuk dan tinggal untuk sementara di flat Maria. Keesokkan harinya, Noura dibawa ke tempat yang lebih aman dan akhirnya ia dapat bertemu dengan orang tua aslinya. Walau dipendam, Noura menyimpan rasa dengan Fahri.
Ketika hari ulang tahun Madame Nahed, Fahri dan teman – temannya memberikan bingkisan untuk Madame Nahed. Sebagai balas budi, Madame Nahed dan keluarga mengajak Fahri dan teman – temannya untuk makan malam di sebuah restoran yang mewah. Dari awal, keluarga tuan Boutros dengan Fahri dan teman – temannya memang sudah sangat akrab.
Seusai belajar dengan Syaikh Utsman, Syaikh Utsman menanyakan pada Fahri tentang jodohnya. Apabila Fahri siap, Syaikh Utsman akan mengenalkan calon istri Fahri pilihan dari Syaikh Utsman. Fahri akan dikenalkan dengan calon istrinya setelah salat Jumat besok. Tanpa disadari, fahri terkejut karena calon istrinya adalah Aisha. Rasa cinta Aisha mulai tumbuh sejak ia bertemu dengan Fahri di metro. Ia meminta paman Eqbal untuk membantu menjodohkannya dengan Fahri. Paman Eqbal memang sudah akrab dengan Fahri dan Syaikh Ustman. Fahri pun juga sudah sangat dekat dengan kedua anak paman Eqbal, Amena dan Hasan. Mereka dipertemukan di rumah Sayikh Utsman. Ketika Aisha membuka cadarnya, wajah putih bersih mengejutkan Fahri. Bulu mata yang lentik menambah indah kecantikan Aisha. Mereka siap untuk menikah.
Mendengar pernikahan Fahri, Nurul sangat kecewa. Nurul juga seorang mahasiswa Al Azhar dari Indonesia. Ia adalah anak dari Kyai Besar di Jawa. Wajahnya juga sangat cantik dan menawan. Bibi Nurul sempat datang ke rumah Fahri untuk menjelaskan bahwa Nurul sangat mencintai Fahri. Fahri pun menitikkan air mata. Semuanya sudah terlambat karena Fahri akan segera menikah dengan Aisha, gadis keturunan Jerman – Palestina.
Seminggu setelah itu, pernikahan Fahri dengan Aisha berlangsung. Mereka tinggal di sebuah apartemen yang sangat mewah, di dekat sungai Nil. Kemudian Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Mereka datang untuk memberikan kado pernikahan. Akan tetapi, Maria tidak seperti biasanya, ia tampak sedih dan murung dengan muka pucat pasi. Fahri berpikir mungkin karena kelelahan setelah perjalanannya. Padahal, Maria murung karena ia kecewa, sepulang dari liburannya ia mendengar kabar bahwa Fahri sudah menikah dengan Aisha. Maria kecewa karena ia juga mencintai seorang Fahri. Ia mengagumi kegigihan Fahri.
Tidak lama kemudian, Fahri ditangkap polisi karena harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Kedua orang tua Noura menggertak Noura untuk mengaku siapa sesungguhnya ayah dari bayi yang ada di kandungannya dan terpaksa ia berbohong kepada semua orang. Noura mengatakan bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Satu – satunya saksi kunci yang dapat membebaskan Fahri dari fitnah tersebut adalah Maria karena Maria yang bersama Noura malam itu dan menginap di rumah Maria bukan di rumah Fahri.
Saat itu juga Maria dalam kondisi koma. Ia jatuh sakit karena cintanya yang tak sampai. Atas desakan dari Aisha, Fahri pun menikahi Maria dengan cara Islam. Semoga saja Maria dapat sadar dan menjadi saksi di dalam persidangan. Harapan itu pun terwujud. Maria sadar dan bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Ternyata yang memperkosa Noura adalah Bahadur lelaki hitam yang dahulu sering menganiaya Noura.
Setelah itu, Maria koma kembali. Maria mimpi bahwa ia sudah meninggal tetapi tidak dapat masuk surga karena ia tidak ada pada jalan Allah. Ia bertemu dengan Maryam. Dalam mimpinya pula, Maryam menasihati Maria supaya ia berwudlu kemudian salat dan membaca sahadat. Maria pun tesadar, dan menceritakan semuanya. Dengan bantuan Aisha, Maria berwudlu kemudian membaca sahadat. Dengan tenang, ia meninggal sebagai seorang mualaf. Aisha dan Fahri merasa lega, mereka hidup bahagia dengan anak mereka yang ada di rahim Aisha. Sungguh luar biasa perjalanan cinta Fahri.
Ayat – Ayat Cinta adalah sebuah novel pembangun jiwa yang sangat bagus dan menyentuh. Novel ini mengandung unsur politik, budaya, religi, bahasa, dan cinta. Kang Abik menceritakan Islam yang begitu dalam dengan cinta yang menghiasinya. Dengan latar budaya Timur Tengah, Habiburrahman El Shirazy dapat menggambarkan budaya Timur Tengah dengan jelas dan sangat hidup, sehingga pembaca seakan dapat merasakan sendiri suasana Mesir. Novel ini juga sangat romantis dengan perjalanan dan perjuangan cinta seorang mahasiswa Al-Azhar dari Indonesia. Dari novel ini juga, para pembaca dapat mengerti bagaimana cinta dalam Islam dan mengerti hukum – hukum Islam yang menjelaskan tentang cinta.
Tulisan dalam novel ini menggunakan bahasa yang baik sehingga dapat dimengerti para pembaca. Akan tetapi, beberapa bahasa yang digunakan menggunakan gaya bahasa hiperbola. Selain itu, novel ini juga belum dilengkapi daftar isi. Seharusnya novel ini dilengkapi dengan daftar isi setiap bab atau mozaik.
Ayat – Ayat Cinta mengajak kita untuk lebih berhati – hati dalam bertindak supaya tindakan tersebut tidak dapat menjerumuskan kita ke dalam panasnya api neraka. Dakwah Habibburrahman El Shirazy tidak sia – sia dengan adanya novel Ayat – Ayat Cinta yang fenomenal ini.