Tuesday, 12 January 2021

STABILISASI DAN TRANSPORTASI PASIEN


PENDAHULUAN

Transportasi pasien kritis merupakan salah satu bidang penting di ilmu kedokteran kegawatdaruratan (emergency medicine). Banyak masalah potensial dapat dicegah dengan mengoptimalkan kondisi pasien sebelum transport dilakukan. Walaupun berbagai usaha meminimalisasi komplikasi sudah dilakukan, jalan menuju penanganan yang sempurna masih panjang.1

Tempat yang paling aman untuk pasien kritis adalah intensive care unit (ICU), yang terhubung oleh ventilator canggih dengan berbagai pompa infus yang berjalan perlahan, dimonitoring peralatan yang sudah dipasang dan ada perawat untuk merawat pasien. Pasien berada dalam lingkungan yang terkontrol. Namun, akan ada beberapa situasi di mana pasien harus dipindahkan ke ruang pemeriksaan radiologi, ruang operasi, bahkan ke rumah sakit lain.1

Pemindahan mungkin dapat meningkatkan risiko yang tidak diduga dan efek samping dengan terputusnya hubungan dengan perlengkapan selama di ICU, pergerakan ke lain bed dan berkurangnya perhatian dari orang sekitar.1

Pemindahan pasien dapat berefek pada beberapa sistem organ, yang mungkin berhubungan dengan pergerakan pasien seperti dislokasi peralatan, drips, atau yang disebabkan oleh malfungsi peralatan lain. Efek pada sistem organ tersebut antara lain aritmia (84%) pada pasien dengan gangguan jantung, di mana memerlukan terapi emergensi pada 44% kasus. Hipotensi dan aritmia sering terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator. Komplikasi pada system respirasi adalah perubahan frekuensi napas, penurunan PaO2. Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami hipotensi, hipoksia, dan peningkatan tekanan intrakranial.1

Peralatan yang berhubungan dengan komplikasi yaitu diskoneksi lead EKG, monitor mati, diskoneksi jalur intravena/intraarteri atau dari ventilator. Untuk mencegah komplikasikomplikasi tersebut, beberapa guideline transportasi pasien kritis telah dibuat oleh beberapa perkumpulan critical care. Berikut akan dipaparkan guideline yang hanya memerlukan cara sederhana untuk menangani transportasi pasien kritis.3

Pertimbangan untuk melakukan pemindahan (transport) pasien kritis baik itu di dalam rumah sakit maupun antar rumah sakit susuai dari penilaian potensi manfaat dibandingkan risiko transport. Pasien kritis dilakukan transport ke lokasi alternatif untuk mendapatkan perawatan lebih, baik teknis, kognitif, maupun prosedural. Transportasi pasien bisa dilakukan ke bagian radiologi diagnostik, kamar operasi, atau di unit perawatan khusus di suatu rumah sakit atau bahkan butuh untuk dirujuk ke rumah sakit lain. Jika tes diagnostik tidak akan merubah manajemen atau outcome dari pasien, transportasi harus dipertimbangkan lagi. Jika memungkinkan dan aman, tes diagnostik atau prosedur sederhana pada pasien tidak stabil atau berpotensi untuk tidak setabil bisa dilakukan secara bedside di ruang perawatan intensif. Pertimbangan finansial tidak digunakan untuk menentukan transportasi pasien.2

Transportasi pada pasien kritis meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Risiko bisa diminimalisasi dan outcome bisa ditingkatkan dengan perencanaan yang hati-hati, personel yang profesional, dan adanya peralatan yang memadai. Selama transport, tidak ada celah dalam monitoring dan mempertahankan fungsi vital pasien. Secara ideal, semua pasien kritis ditransport, baik itu intra maupun interhospital dilakukan oleh tenaga terlatih.2

TRANSPORTASI DALAM RUMAH SAKIT (INTRAHOSPITAL)

Karena transportasi pada pasien kritis untuk dilakukan prosedur tindakan maupun tes diagnostik diluar unit perawatan intensif ICU, proses transportasi harus dilakukan secara terorganisir dan efisien. Selain itu, transportasi dapat berupa pemindahan pasien antar bangsal atau  ke ruang ICU, radiologi, dan  kamar operasi. 3

Koordinasi dan komunikasi pretransportasi

Ketika tim alternatif/tim penerima menerima pasien, maka akan bertanggung jawab terhadap pasien tersebut. Keberlanjutan dari perawatan pasien akan dipastikan oleh dokter dengan dokter dan atau perawat dengan perawat, komunikasi untuk mereview kondisi dan rencana terapi. Sebelum transportasi, harus dipastikan bahwa penerima siap untuk menerima pasien serta sudah siap untuk peralatan-peralatan penunjang yang diperlukan.2

  • Personel yang mengantar

Sangat direkomendasikan bahwa minimal ada dua orang yang mengantar pasien. Salah satu pengantar biasanya adalah perawat yang sudah memiliki kompetensi untuk merawat pasien kritis. Sangat direkomendasikan juga bahwa dokter yang sudah terlatih tatalaksana jalan nafas, ACLS (advance cardiac life support), dan penatalaksanaan pasien kritis. Untuk menemani proses transport pasien .2

  • Peralatan yang menyertai

Monitor tekanan darah (standard blood pressure cuff, pulse oxymetri, dan cardiac monitor/defibrilator. Peralatan untuk tatalaksana jalan nafas, ukuran sesuai dengan pasien, juga harus disertakan dan juga sumber oksigen yang memadai. Obat-obatan resusitasi standar seperti epinefrin dan anti aritmia juga harus siap untuk jaga-jaga ketika terjadi henti jantung atau aritmia. Obat lain seperti analgesik dan sedatif juga harus siap untuk kasus spesifik tertentu. Pada pasien anak, harus siap set alat resusitasi khusus anak dan obat-obatannya.2

  • Monitoring selama transport

Semua pasien kritis, selama transportasi dimonitor sesuai atau dengan standar yang sama seperti ketika di ruang perawatan intensif, meliputi minimal EKG kontinyu, pulse oxymetri kontinyu, dan pengukur tekanan darah periodik, danyut nadi, dan kecepatan respirasi.2

Lintasan

Tempat  tidur/brancard,  peralatan  dan  petugas  dengan  aman  dapat melewati  seluruh  rute  perjalanan.  Jika  tempat  tidur  tidak  dapat melewati  rate  pintu/lift  gunakan  brancard.  (Kelemahan  brancard  tidak  cukup membawa  alat  yang dibutuhkan).  Hindari  trauma  pada  pasien  atau  petugas  selama  memindahkan pasien.2

Gerakan  dan  getaran yang  kasar harus  diminimalkan.  Status  pasien  dipenksa  setiap  interval  tertentu.  Segala perubahan keadaan pasien atau konclisi kritis yang mungkin terjadi dicatat. Pemindahan  pasien  dapat  menggunakan  tmapat  tidur  dengan  catatan  tempat tidur  beserta  petugas  dapat  masuk  lift  dan  dengan  aman  dapat  melewati  seluruh  rute. 3

TRANSPORTASI ANTAR RUMAH SAKIT (INTERHOSPITAL)

Outcome pasien bergantung pada ketersediannya peralatan atau teknologi dan ahli yang memadai. Ketika pasien memerlukan peralatan yang lebih lengkap, idealnya pasien di rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai. Merujuk pasien dilakukan jika manfaat lebih tinggi dari resiko. Keputusan merujuk pasien menjadi tanggung jawab dokter pengirim. Resusitasi dan stabilisasi harus dilakukan sebelum merujuk pasien. Sebelum dirujuk, harus ada inform consent dulu ke pasien.

Koordinasi dan komunikasi pre transport

Dokter yang akan merujuk harus menghubungi rumah sakit tujuan dan menyatakan siap menerima pasien rujukan. Dokter rumah sakit rujukan diberikan penjelasan mengenai kondisi pasien dan juga diberitahukan apa saja yang harus dipersiapkan baik itu obat-obatan maupun komponen stabilisasi pasien.2

  • Personel yang mengantar

Direkomendasikan minimal dua orang, selain dari supir ambulan. Ketika merujuk pasien yang tidak stabil, pemimpin dari tim pengantar yaitu dokter atau perawat, terutama yang sudah terlatih dalam tatalaksana transport pasien. Untuk pasien kritis yang stabil bisa dipimpin oleh para medis. Para pengantar harus memiliki kemampuan tatalaksana jalan nafas, pengobatan intra vena, menginterpretasi disaritmia dan pengobatannya, serta bantuan hidup dasar dan lanjut.2

  • Peralatan yang menyertai (yang direkomendasikan)
Peralatan Transport
  • Airway management/oxygenation
  • —adult and pediatric
  • Adult and pediatric bag-valve systems with oxygen reservoir
  • Adult and pediatric masks for bag-valve system (multiple sizes as appropriate)
  • Flexible adaptors to connect bag-valve system to endotracheal/tracheostomytube
  • End-tidal carbon dioxide monitors (pediatric and adult)
  • Infant medium and high-concentration masks with tubing
  • MacIntosh laryngoscope blades (#1, #2, #3, #4)
  • Miller laryngoscope blades (#0, #1, #2)
  • Endotracheal tube stylets (adult and pediatric)
  • Magil forceps (adult and pediatric)
  • Booted hemostat
  • Cuffed endotracheal tubes (5.0, 5.5, 6.0, 6.5, 7.0, 7.5, 8.0)
  • Uncuffed endotracheal tubes (2.5, 3.0, 3.5, 4.0, 4.5, 5.0)
  • Laryngoscope handles (adult and pediatric)
  • Extra laryngoscope batteries and light bulbs
  • Nasopharyngeal airways (#26, #30)
  • Oral airways (#0, #1, #2, #3, #4)
  • Scalpel with blade for cricothyroidotomy
  • Needle cricothyroidotomy kit
  • Water-soluble lubricantNasal cannulas (adult and pediatric)
  • Oxygen tubingPEEP valve (adjustable)
  • Adhesive tape Aerosol medication delivery system (nebulizer)
  • Alcohol swabs Arm boards (adult and pediatric)
  • Arterial line tubing Bone marrow needle (for pediatric infusion)
  • Blood pressure cuffs (neonatal, infant, child, adult large and small)
  • Butterfly needles (23-gauge, 25-gauge)
  • Communications backup (e.g., cellular telephone)
  • Defibrillator electrolyte pads or jelly Dextrostix
  • ECG monitor/defibrillator (preferably with pressure transducer capabilities)
  • ECG electrodes (infant, pediatric, adult)
  • Flashlights with extra batteries
  • Heimlich valve Infusion pumps
  • Intravenousfluid administration tubing (adult and pediatric)
  • Y-blood administration tubing
  • Extension tubing
  • Three-way stopcocks
  • Intravenous catheters, sizes 14- to 24-gauge
  • Intravenous solutions (plastic bags) 1000 mL
  • 500 mL of normal saline
  • 1000 mL of Ringers lactate
  • 250 mL of 5% dextrose
  • Irrigating syringe (60 mL) catheter tip
  • Kelley clamp
  • Hypodermic needles, assorted sizes
  • Hypodermic syringes, assorted sizes
  • Normal saline for irrigation
  • Pressure bags for fluid administration
  • Pulse oximeter with multiple site adhesive or reusable sensors
  • Salem sump nasogastric tubes, assorted sizes
  • Soft restraints for upper and lower extremities
  • Stethoscope
  • Suction apparatus
  • Suction catheters (#5, #8, #10, #14, tonsil)
  • Surgical dressings (sponges, Kling, Kerlix)
  • Tourniquets for venipuncture/IV access
  • Trauma scissors
  • The following are considered as needed
  • Transcutaneous pacemaker
  • Neonatal/pediatric isolette
  • Spinal immobilization device
  • Transport ventilator
Obat-Obatan
  • Adenosine, 6 mg/2 mL
  • Albuterol, 2.5 mg/2 mL
  • Amiodarone, 150 mg/3 mL
  • Atropine, 1 mg/10 mL
  • Calcium chloride, 1 g/10 mL
  • Cetacaine/Hurricaine spray
  • Dextrose 25% 10 mL
  • Dextrose 50% 50 mL
  • Digoxin 0.5 mg/2 mL
  • Diltiazem, 25 mg/5 mL
  • Diphenhydramine, 50 mg/1 mL
  • Dopamine, 200 mg/5 mL
  • Epinephrine, 1 mg/10 mL (1:10,000)
  • Epinephrine, 1 mg/1 mL (1:1000) multiple-dose vial
  • Fosphenytoin, 750 mg/10 mL (500 PE mg/10 mL)
  • Furosemide, 100 mg/10 mL
  • Glucagon, 1 mg vial (powder)
  • Heparin, 1000 units/1 mL
  • Isoproterenol, 1 mg/5 mL
  • Labetalol, 40 mg/8 mL
  • Lidocaine, 100 mg/10 mL
  • Lidocaine, 2 g/10 mL
  • Mannitol, 50 g/50 mL
  • Magnesium sulfate, 1 g/2 mL
  • Methylprednisolone, 125 mg/2 mL
  • Metoprolol, 5 mg/5 mL
  • Naloxone, 2 mg/2 mL
  • Nitroglycerin injection, 50 mg/10 mL
  • Nitroglycerin tablets, 0.4 mg (bottle)
  • Nitroprusside, 50 mg/2 mL
  • Normal saline, 30 mL for injection
  • Phenobarbital, 65 mg/mL or 130 mg/mL
  • Potassium chloride, 20 mEq/10 mL
  • Procainamide, 1000 mg/10 mL
  • Sodium bicarbonate, 5 mEq/10 mL
  • Sodium bicarbonate, 50 mEq/50 mL
  • Sterile water, 30 mL for injection
  • Terbutaline, 1 mg/1 mL
  • Verapamil, 5 mg/2 mL

The following specialized/controlled medications are added immediately before transport  as indicated:
  • Narcotic analgesics (e.g., morphine, fentanyl)
  • Sedatives/hypnotics (e.g., lorazepam, midazolam, propofol, etomidate, ketamine)
  • Neuromuscular blocking agents (e.g. succinylcholine, pancuronium, atracurium, rocuronium)
  • Prostaglandin E1 Pulmonary surfactant
  • Monitoring selama transport

Pasien kritis yang dirujuk ke rumah sakit lain harus di monitoring minimal berupa pulse oxymetri, EKG, tekanan darah, dan respirasi. Pasien tertentu lebih baik jika dimonitoring dengan intra arterial blood pressure, central venous pressure, intra cranial pressure, dan capnography. Pasien dengan ventilasi mekanik, endotracheal tube harus dipastikan posisinya serta oksigenasi dan ventilasi yang adekuat sudah dipastikan.2

Dokter dan Perawat yang merujuk atau bertugas dalam ambulans minimal seorang yang terlatih PPGD (Pelatihan Pertolongan Gawat Darurat) atau sudah mengikutinya. Dalam keadaan ini tugas perawat harus melakukan sejumlah aktivitas berikut selama dalam perjalanan:

  • Memberi pusat kendali tim telah meninggalkan lokasi kejadian
  • Melanjutkan perawatan medis saat dibutuhkan/ Jika usaha bantuan hidep telah dimulai sebelum memasukkan pasien di dalam ambulans, maka prosedur tersebut harus dilanjutkan selama perjalanan di rumah sakit. Melakukan satbilisai management dengan evaluasi resusitas dugsi vgital, mendokumentasikan pemeriksaan awakl sampai temuan baru saat dilakukannya pre hospital care
  • Melakukan pemeriksaan menyeluruh dan memonitor terus perubahan vital sign.

            Prinsip utama dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah jangan membuat penyakit / cidera penderita menjadi lebih parah (Do not further harm). Keadaan penderita diharapkan menjadi lebih baik pada setiap tahap penanggulangan, mulai dari tempat kejadian sampai kerumah sakit yang dapat member therapy paripurna. Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa transportasi  merupakan salah satu factor yang menentukan keberhasilan penanggulangan penderita gawat darurat.

     Pelayanan yang optimal saat penanganan pasien di lapangan maupun selama transport menuju rumah sakit rujukan. Kedua pendapat  tersebut yaitu field stabilization dan scoop and run.  Pendapat  pertama yakni stay  and  stabilize atau stay and play , hal ini mencakup tentang penerapan teknis medis kepada pasien dengan cara  memberikan ALS di lapangan yang mencakup 1. Amankan jalan nafas dengan intubasi endotrakeal menggunakan rapid sequence induction (RSI) 2.Dekompresi dada 3.Memasang infuse 4.Resusitasi cairan pada pasien hipovolemik. Tujuan dari tindakan tersebut untuk stabilisasi pasien seperlu mungkin saat di lokasi kejadian.

  • Persiapan pasien sebelum dirujuk

Pasien sudah harus terpasang infus atau central venous access. Sudah dilakukan stabilisasi pada jalan nafas. Pada trauma spinal, sudah harus dilakukan imobilisasi. NGT dipasang pada pasien-pasien ileus atau obstruksi intesinal. Foley cateter dipasang pada pasien yang dimonitor cairannya atau di balans cairan. Jika diindikasikan pada pasien, dekompresi dada dengan chest tub juga sudah harus terpasang.2 Tindakan di bawah ini harus diperhatikan dalam mempersiapkan pasien yang akan ditransport:

  • Lakukan pemeriksaan menyeluruh: Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas (airway), pastikan bahwa pasien  mendapat pertukaran aliran yang cukup saat diletakkan di atas usungan.
  • Amankan posisi tandu di dalam ambulans: Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi aman selama perjalanan ke rumah sakit. Tandu pasien dilengkapi dengan alat pengunci yang mencegah roda usungan brgerak saat ambulans tengah melaju. Kelalaian mengunci alat dengan sempurna pada kedua ujung usungan bisa berakibat buruk saat ambulans bergerak.
  • Posisikan dan amankan pasien: Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat ke usungan. Bukan berati bahwa pasien harus ditransport dengan posisi seperti itu. Perubahan posisi di dalam ambulans dapat dilakukan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi penyakit atau cederanya. Pada pasien tak sadar yang tidak memiliki potensi cedera spinal, ubah posisi ke posisi recovery (miring ke sisi) untuk menjaga terbukanya jalan nafas dan drainage cairan. Pada pasien dengan kesulitan bernafas dan tidak ada kemungkinan cedera spinal akan lebih nyaman bila ditransport dengan posisi duduk. Pasien syok dapat ditransport dengan tungkai dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera spinal harus tetap diimobilasasi dengan spinal board dan posisi pasien harus diikat erat ke usungan.
  • Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu: Tali ikat keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman tetapi tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi atau bahkan menyebabkan nyeri.
  • Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung: Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan. Ini dilakukan agar tidak perlu membuang banyak waktu untuk meletakkan dan memposisikan papan seandainya jika benar terjadi henti jantung.
  • Melonggarkan pakaian yang ketat: Pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan pernafasan. Longgarkan dasi dan sabuk serta buka semua pakaian yang menutupi leher. Luruskan pakaian yang tertekuk di bawah tali ikat pengaman. Tapi sebelum melakukan tindakan apapun, jelaskan dahulu apa yang akan Anda lakukan dan alasannya, termasuk memperbaiki pakaian pasien.
  • Periksa perbannya: Perban yang telah di pasang dengan baik pun dapat menjadi longgar ketika pasien dipindahkan ke ambulans. Periksa setiap perban untuk memastikan keamanannya. Jangan menarik perban yang longgar dengan enteng. Perdarahan hebat dapat terjadi ketika tekanan perban dicabut secara tiba-tiba.
  • Periksa bidainya: Alat-alat imobilisasi dapat juga mengendur selama pemindahan ke ambulans. Periksa perban atau kain mitella yang menjaga bidai kayu tetap pada tempatnya. Periksa alat-alat traksi untuk memastikan bahwa traksi yang benar masih tetap terjaga. Periksa anggota gerak yang dibidai perihal denyut nadi bagian distal, fungsi motorik, dan sensasinya
  • Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien: Bila tidak ada cara lain bagi keluarga dan teman pasien untuk bisa pergi ke rumah sakit, biarkan mereka menumpang di ruang pengemudi-bukan di ruang pasien- karena dapat mempengaruhi proses perawatan pasien. Pastikan mereka mengunci sabuk pengamannya.
  • Naikkan barang-barang pribadi: Jika dompet, koper, tas, atau barang pribadi pasien lainnya dibawa serta, pastikan barang tersebut aman di dalam ambulans. Jika barang pasien telah Anda bawa, pastikan Anda telah memberi tahu polisi apa saja yang dibawa. Ikuti polisi dan isilah berkas-berkas sesuai dengan ketentuan  yang berlaku.
  • Tenangkan pasien: Kecemasan dan kegelisahan seringkali menerpa pasien ketika dinaikkan ke ambulans. Tidak hanya karena diikat dengan tali pengaman yang kuat atau karena berada dalam ruangan yang sempit, tapi juga karena merasa tiba-tiba dipisahkan dari anggota keluarga dan teman-temannya. Ucapkan beberapa patah kata dan tenangkan pasien dengan cara yang simpatik. Perlu diingat bahwa mainan seperti boneka beruang dapat berarti banyak untuk menenangkan pasien anak yang ketakutan. Ingatan akan kejadian tabrakan, kebingungan, keributan, cedera, rasa nyeri, kehilangan orang tua, perawatan atas cedera yang ada, dan pengumpulan informasi oleh Anda akan menimbulkan kesan pengalaman yang menakutkan bagi pasien anak. Senyum dan nada suara yang menenangkan adalah hal yang penting dan dapat menjadi perawatan kritis yang paling dibutuhan oleh pasien anak yang ketakutan. Ketika anda merasa bahwa pasien dan ambulans telah siap diberangkatkan, beri tanda kepada pengemudi untuk memulai perjalanan ke rumah sakit. Jika yang Anda tangani ini adalah pasien prioritas tinggi, maka tahap persiapan, melonggarkan pakaian, memeriksa perban dan bidai, menenangkan pasien, bahkan pemeriksaan vital sign dapat ditangguhkan dan dilakukan selama perjalanan daripada harus diselesaikan tetapi menunda transportasi pasien ke rumah sakit.4

Gambar 1. Algoritma tatalaksana transport pasien antar rumah sakit 2

Pertimbangan jenis transportasi yang akan digunakan:

  • Situasi medis pasien yang akan dipindahkan (gawat, darurat, selektif)
  • Jauhnya jarak pemindahan, waktu pemindahan yang diperlukan
  • Prosedur medis yang diperlukan selama pemindahan
  • Ketersediaan staf dan sumber daya
  • Ramalan cuaca

Dalam keadaan tertentu transportasi udara juga penting untuk diwaspadai terhadap kemungkinan perubahan fisiologis selama penerbangan.5

PRINSIP STABILISASI

Merupakan tindakan yang harus dilakukan terhadap penderita gawat darurat agar kondisi penderita (ABCDE) tidak semakin buruk atau meninggalkan cacat di kemudian hari. Didalam penanggulangan penderita trauma, sebelum dilakukan transportasi maka penderita gawat darurat harus dilakukan stabilisasi agar penderita selamat selama transportasi sampai ke rumah sakit tujuan dengan kondisi yang stabil ( ABCDE tidak semakin memburuk ). Stabilisasi dilakukan secara optimal sesuai dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia ditempat kejadian.

Masyarakat awam atau awam khusus diharapkan mampu melakukan :

  • Bantuan hidup dasar ( Basic Life Support )
  • Mengatasi perdarahan eksternal
  • Memasang pembalut dan bidai
  • Memilih sarana transportasi yang sesuai

Apabila yang datang ke tempat kejadian adalah tim gawat darurat (Ambulan 118), maka dapat dilakukan :

  • Penilaian assessment sekaligus resusitasi terhadap problem yang mengancam jiwa penderita ( ABCDE ), misal :
  • Mempertahankan kelancaran jalan nafas / airway
  • Member therapy oksigen
  • Member bantuan ventilasi mekanik
  • Mengatasi perdarahan eksterna
  • Mengatasi syock
  • Apabila tersedia sarana dapat dilakukan resusitasi jantung paru.
  • Imobilisasi terhadap penderita trauma dengan memasang servical collar, bidai atau long spine board sesuai dengan kebutuhan.
  • Mencatat informasi seperti waktu kejadian, hal-hal yang berhubungan dengan kejadian, mekanisme trauma ( pada penderita trauma ), riwayat penyakit / pengobatan sebelumnya, untuk dilaporkan kepada dokter jaga instalasi / Unit Gawat Darurat.

Melakukan transportasi segera tanpa menunda waktu ( respon time ). 5

PENUNJANG

Sarana transportasi

Sarana transportasi untuk penderita gawat darurat dapat berupa kendaraan darat, laut, udara sesuai dengan medan dimana penderita gawat darurat ditemukan. Diutamakan memakai kendaraan ambulan, yang dirancang khusus untuk mengangkut penderita gawat darurat.

Kendaraan ambulan gawat darurat harus memenuhi syarat sbb :

  • Kelayakan jalan
  • Kelengkapan perlengkapan non medis: air conditioner, radio komunikasi, roda cadangan ( mobil ) dsb.
  • Kelengkapan perlengkapan medis: tempat tidur penderita, kursi perawat/ dokter, tabung oksigen, alat-alat resusitasi, alat-alat monitor, cairan infuse, alat kesehatan habis pakai, obat-obatan emergency, cervical collar, bidai dsb.
  • Selain sopir paling tidak harus disertai paramedic dengan kemampuan penanggulangan penderita gawat darurat. Lebih baik bila disertai dokter.

Respond time

Merupakan waktu yang diperlukan dalam penanggulangan penderita gawat darurat, baik dari tempat kejadian sampai ke rumah sakit maupun penanggulangan di rumah sakit itu sendiri. Stabilisasi penderita gawat darurat pada fase pra rumah sakit harus dilakukan secara optimal sesuai kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia, tetapi jangan menunda transportasi penderita ke rumah sakit yang sesuai dan terdekat. Tetap diperhatikan respon time.6

KONSEP DASAR KESIAPAN SKILL

Tugas dari operasional  ambulans yaitu: 

  1. Early Detection – Anggota masyarakat menemukan kejadian kegawatdaruratan dan mengetahui permasalahannya. 
  2. Early Reporting – Saksi mata di lokasi kejadian menghubungi layanan gawat darurat dan memberikan keterangan yang jelas agar bisa direspon. 
  3. Early Response – Petugas ambulans datang ke lokasi kejadian secepatnya, pemberian pertolongan bisa dimulai.
  4. Good On Scene Care – Tim ambulans memberikan pertolongan yang memadai dengan waktu yang tepat di lokasi kejadian.
  5. Care in Transit – Tim ambulans menaikkan ke dalam ambulans untuk transport yang sudah disesuaikan dengan kondisinya. Kemudian melanjutkan tindkan di atas ambulans sembari menuju ke rumah sakit rujukan. Rumah sakit yang terdekat dan memadai.
  6. Transfer to Definitive Care – Pasien setelah sampai di tujuan segera dilakukan timbang terima, baik di unit gawat darurat maupun di ruang praktek dokter.4

KUALIFIKASI KRU

Kru ambulans dapat berasal dari beberapa profesi, antara lain:

  1. First Responder – Seseorang yang datang pertama kali di lokasi kejadian, tugas utamnya yaitu memberikan tindakan penyelamatan nyawa seperti CPR (Cardio-Pulmonary Resuscitation) dan AED (Automated External Defibrillator). Mereka bisa diberangkatkan oeh pelayanan ambulans, atau kepolisian dan dinas pemadam kebakaran.
  2. Ambulance Driver – Beberapa pusat layanan ambulans mempekerjakan petugas yang tidak mempunyai kualifikasi medis sama sekali.  (atau hanya sertifikat pertolongan pertama) yang tentu saja hanya mempunyai job mengemudi secara sederhana untuk mengantar pasien. 
  3. Ambulance Care Assistant – Mempunyai tingkat pelatihan yang bervariasi, tetapi petugas ini khusus untuk transport pasien yang menggunakan kursi roda maupun stretcher ambulans, namun bukan untuk transport pasien kritis.  Tergantung pada penyedia layanan, mereka juga dilatih first aid dan penggunaan AED, terapi oksigen, atau teknik paliatif. Mereka bisa memberikan tindakan jika unit lain belum datang, atau jika ada pendampingan dari teknisi yang berkualifikasi atau seorang paramedik. 
  4. Emergency Medical Technician – Dikenal juga sebagai Teknisi ambulans. Mereka mampu memberikan layanan gawat adrurat yang lebih luas seperti defibrilasi, penanganan trauma spinal, dan terapi oksigen. Beberapa Negara memilahnya kedalam beberapa tingkat (Amerika menganut EMT-Basic dan EMT-Intermediate) 
  5. Paramedic – Ini merupakan level atas dari pelatihan medis dan biasanya mencakup ketrampilan utama yang tidak diperuntukkan bagi teknisi seperti pemasangan infuse (dengan kemampuan untuk memberikan obat seperti morfin), intubasi, dan skill lain  seperti krikotirotomi. Tergantung pada hokum yang ada, paramedik merupakan jabatan yang dilindungi, penyalahgunaan profesi paramedik dapat diancam hukuman.   
  6. Emergency Care Practitioner – Jabatan ini terkadang disebut Super Paramedik, didesain utnuk menjembatani antara pelayanan ambulans dan pelayanan dokter praktek umum.   ECPsudah berkualifikasi sama dengan paramedik yang sudah menjalani pelatihan lanjut. Ia juga meresepkan obat-obat yang sudah ditentukan.
  7. Registered nurse (RN) – Para perawat bisa dilibatkan dalam pelayanan ambulans, dengan seorang dokter, biasanya mereka ditugaskan pada ambulans udara dan transport pasien kritis.  Sering bekerja juga dengan EMT dan paramedik.  
  8. Doctor – Para dokter juga ikut dalam pelayanan ambulans, biasanya ambulans udara. Mereka mempunyai skill yang lebih dan tentu saja bisa menuliskan resep.

Kita harus mengingat bahwa semua kasus yang diderita pasien akan potensial menimbulkan kegawatdaruratan, pasien bayi baru lahir, anak, dewasa, dan orang tua, semuanya jika mengalami kegawatdaruratan pasti akan mengerucut pada masalah kegawatdaruratan Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure. 7

REFERENSI

  1. Taylor JO, Landers CF, Chulay JD, Hood WBJ, Abelmann WH. Monitoring high-risk cardiac patients during transportation in hospital. Lancet1970; 2:1205-08.
  2. Warrent, J et al., 2004, Guidelines for the inter- and intrahospital transport of critically ill patients, Crit Care Med, Vol. 32, No.1, pp. 256-262.
  3. Te  oh,  1990,  Sydney  London  Boston  Singapore  Toronto  Wellington,  Intensive  Care Manual, Third Edision.
  4. Link J, Krause H, Wagner W Papadopoulos G. Intrahospital transport of critically ill patients. Crit Care Med 1990; 18: 1427-29
  5. Wallen E, Venkataraman ST, Grosso MJ, Kiene K, Orr RA. Intrahospital transport of critically ill pediatric patients. Crit Care Med 1995; 23:1588-89.
  6. Kondo K, Herman SD, O'Reilly LP, Simeonidis S. Transport system for critically ill patients. Crit Care Med 1985; 13:1081-82.
  7. Seri PPGD : PPGD / GELS. SPGDT. Dirjen Yanmedik Depkes RI 2006.

GEGURITAN : MATERI BAHASA JAWA

Geguritan = gurita = grita = gita. Geguritan iki kawiwitan saka carita Bharatayuda, Pendawa lawan Kurawa. Nalika senopatine Pendawa yaiku Bh...